Untuk Respon Lebih Cepat Mengenai Pertanyaan Yang Berhubungan Dengan Artikel Di Maktabah Udiatama Silahkan Kirim Pesan Ke udy_hariyanto@yahoo.com

KETERBUKAAN DIRI (Self Disclosure)


BAB I
PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial manusia dalam bertingkah laku selalu berhubungan dengan lingkungannya tempat ia tinggal (Adler dalam Corey, 1986). Menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupannya sehari-hari. Untuk itu, dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya dalam lingkungan keluarga terjadi interaksi antar anggota keluarga, dalam lingkungan masyarakat terjadi hubungan antar individu.
Agar hubungan antar individu terjalin secara harmonis dengan lingkungan sosialnya, individu dituntut mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dengan lingkungan sosial adalah proses individu menyesuaikan diri dengan masyarakat atau lingkungan sosial, sehingga individu dapat menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, baik penyesuaian diri dengan individu lain di dalam kelompok maupun di luar kelompok. Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka individu membutuhkan keterampilan sosial. Keterampilan sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik dalam kehidupan individu. Salah satu aspek yang penting dalam keterampilan sosial adalah self disclosure (Buhrmester, 1998). Menurut Lumsden (1996) self disclosure dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu, self disclosure dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella, 1990). Tanpa self disclosure, individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya.




BAB II
PENGERTIAN KETERBUKAAN DIRI (Self Disclosure)

Self disclosure didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain (Wheeles, 1978). Sedangkan Person (1987) mengartikan self disclosure sebagai tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya.
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi. Pada saat yang sama, seseorang harus membuka diri atau berkomunikasi dengan orang lain karena akan meningkatkan pengetahuan tentang diri kita.
Tingkat keterbukaan diri (self disclosure) kita dapat diungkapkan dengan model johari window (diambil dari penemu konsep ini yaitu Josepf Luft dan Harry Ingham)[1]. Dalam johari window diungkapkan bahwa manusia terdiri dari empat sel (quadrant, jendela, bagian) tiap-tiap sel itu memiliki bagian self (diri) yang berbeda-beda.
 






Model ini menekankan bahwa jendela yang satu tidak terpisah dengan jendela yang lain. Pembesaran pada satu jendela akan membuat jendela yang lain mengecil.
1.    Open self
Bagian self ini menyajikan informasi, perilaku, sifat, perasaan, keinginan, motif dan ide yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Informasi disini meliputi agama, jenis kelamin, rasa tau warna kulit, nama, hobi, status social.
Menurut Luft jika bagian “diri” ini diperkecil maka hubungan interpersonal memiliki kualitas yang rendah. Maka supaya mempunyai kualitas komunikasi interpersonal baik, bagian ini harus diperbesar.
2.    Blind self
Bagian self ini menyajikan hal-hal tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain tapi tidak diketahui oleh kita sendiri. Ada orang yang hidungnya memerah ketika malu atau ada pula yang tidak menyadari dirinya selalu mengucapkan kata-kata, “…gitu…gitu” ketika berkomunikasi. Bagian ini perlu diperkecil karena mengakibatkan kualitas komunikasi interpersonal kurang baik.
3.    Hidden self
Bagian ini berisi tentang hal-hal yang kita ketahui dari dalam diri kita sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain, yang kita simpan hanya untuk diri kita sendiri. Hal itu misalnya kondisi keuangan yang buruk, masalah keluarga, masalah pribadi, kehidupan seks, kecemasan, rasa takut terhadap sesuatu.
4.    Unknown self
Bagian ini merupakan aspek dari diri kita yang tidak diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Meskipun sulit diketahui tapi harus disadari bahwa bagian “diri” ini ada dalam diri kita. Salah satu cara untuk melacak bagian “diri” ini adalah dengan metode hipnotis.
Menurut Jhonson (1981), bebarapa manfaat dan dampak pembuakaan diri terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut[2]:
1.    Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.
2.    Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya, ia akan semakin membuka diri kepada kita.
3.    Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat.
4.    Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.
5.    Membuka diri berarti bersikap realistik. Maka, pembukaan diri kita haruslah jujur, tulus dan autentik.
Menurut Devito (1989) ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh seseorang jika mau mengungkap informasi diri kepada orang lain antara lain:
1.    Mengenal diri sendiri
Seseorang dapat lebih mengenal diri sendiri melalui self disclosure, karena dengan mengungkapkan dirinya akan diperoleh gambaran baru tentang dirinya, dan mengerti lebih dalam perilakunya.
2.     Adanya kemampuan menanggulangi masalah
Seseorang dapat mengatasi masalah, karena ada dukungan dan bukan penolakan, sehingga dapat menyelesaikan atau mengurangi bahkan menghilangkan masalahnya.
3.    Mengurangi Beban
Jika individu menyimpan rahasia dan tidak mengungkapkannya kepada orang lain, maka akan terasa berat sekali memikulnya. Dengan adanya keterbukaan diri, individu akan merasakan beban itu terkurangi, sehingga orang tersebut ringan beban masalah yang dihadapinya.
Cara-cara yang bisa dilakukan oleh konselor untuk membantu seseorang yang mempunyai tingkat Self Disclosure rendah diantaranya:
1.    Konselor harus memahami tentang latar belakang masalah klien
2.    Konselor dapat memberikan layanan informasi tentang etika dalam keterbukaan diri dengan orang lain: kepada siapa keterbukaan diri itu dilakukan, dalam situasi yang bagaimana keterbukaan diri dilakukan
3.    Memberikan pelatihan kepada orang yang memiliki tingkat self disclosure rendah berupa pelatihan untuk meningkat keterbukaan diri, kepercayaan diri, kemampuan berinteraksi dengan orang lain, kemampuan bersosialisasi.
4.    konselor dapat merencanakan kegiatan diskusi kelompok, kerja kelompok, role playing; konselor melakukan pendekatan personal secara kontinyu sehingga klien dapat merasakan dekat dengan konselor, sehingga klien dapat mengungkapkan perasaannya.

BAB III
PENUTUP

Keefektifan Hubungan Antarpribadi adalah taraf seberapa jauh akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan yang kita harapkan. Jika kita berinteraksi dengan orang lain, biasanya kita ingin menciptakan dampak tertentu, menciptakan kesan tertentu, atau menimbulkan reaksi perasaan tertentu dalam diri orang lain tersebut
Keefektifan kita dalam hubungan antarpribadi ditentukan oleh kemampuan kita untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin kita sampaikan, menciptakan kesan yang kita inginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendak kita. Kita dapat meningkatkan keefektifan kita, dalam hubungan antarpribadi dengan cara berlatih mengungkapkan maksud-keinginan kita, menerima umpan balik tentang tingkah laku kita, dan memodifikasi tingkah laku kita sampai orang lain mempersepsikannya sebagaimana kita maksud.
Keterabukaan diri (Self disclosure) sangat penting dalam hubungan sosial dengan orang lain. individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat mengungkapkan diri secara tepat, terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup.










DAFTAR PUSTAKA

Dra. Siti Mutmainah dan Drs. Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005

Prawitasari, J.E.1994. Handout Pskoterapi II. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Jourard.S. M. 1971. Self Disclosure; An Experimental Analysis of the Transparent Self. New York: Publishing Company Huntington.








[1] Siti mutmainah dan Ahmad fauzi, Psikologi Komunikasi, hal: 5.15

No comments:

Post a Comment