Untuk Respon Lebih Cepat Mengenai Pertanyaan Yang Berhubungan Dengan Artikel Di Maktabah Udiatama Silahkan Kirim Pesan Ke udy_hariyanto@yahoo.com

MARAH DALAM PANDANGAN ISLAM DAN PSIKOLOGI KONTEMPORER



Oleh : Udy Hariyanto

BAB I
 PENDAHULUAN
Marah atau amarah merupakan sebuah hal yang mungkin setiap kita pernah mengalaminya. Islam adalah agama yang sempurna, yang tak hanya mengatur bagaimana bermu’amalah kepada Kholiqnya namun juga mengatur bagaimana bermu’amalah kepada sesama mahluk Allah. Termasuk dalam masalah amarah/marah ini pun islam mengaturnya dan memberikan perhatian yang amat besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ  رضى الله عنه  أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِىِّ  صلى الله عليه وسلم  أَوْصِنِى قَالَ , لاَ تَغْضَبْ , . فَرَدَّدَ مِرَارًا ، قَالَ , لاَ تَغْضَبْ
Artinya: Dari Abu Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu, Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam (kemudian) mengatakan, “Wahai Nabi berikanlah aku wasiat/nasihat”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Janganlah engkau marah”. Kemudian orang tadi berkata lagi, “Wahai Nabi berikanlah aku wasiat/nasihat”. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam pun mengatakan, “Janganlah engkau marah[1]

Marah merupakan salah satu jenis emosi yang dianggap sebagai emosi dasar dan bersifat universal. Semua orang memiliki emosi marah. Emosi marah dinilai negatif oleh masyarakat karena sifat destruktifnya. Orang yang marah bisa menjadi kejam dan tidak berperikemanusiaan. Marah pun sering bernilai negatif bagi individu. Orang tidak jarang hilang akal saat marah.
Emosi marah adalah emosi yang paling sering muncul dalam pembicaraan sehari-hari karena masyarakat umumnya mengidentikkan istilah emosi dengan marah. Dalam perspektif psikologi, memendam amarah bsa menimbulkan kegoncangan mental. Menarik untuk disimak bahwa ketika membahas emosi, para ahli tidak memulainya dengan definisi yang lazim, pembahasan tentang emosi biasanya diawali dengan contoh-contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dirasakan, baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian.
Sesuai   dengan   fakta   yang   ada   bahwa,   pada   hakikatnya   setiap   orang mempunyai kadar kecerdasan dan kecenderungan emosi yang berbeda satu sama lain. Karena mulai bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur pada malam harinya, setiap orang mengalami berbagai pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi. Ungkapan-ungkapan kesedihan, kemarahan,  kecemasan  dan  sebagainya  seringkali muncul pada diri seseorang bergaris-lurus dengan pengalaman atau realitas kehidupan yang ia hadapi. Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengaitkan pandangan islam dan psikologi kontemporer terhadap sikap marah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  MARAH DALAM PANDANGAN ISLAM
1.    Hakekat Marah
Marah adalah suatu sifat yang dimiliki setiap orang. Namun demikian, Setiap orang memiliki tingkatan marah yang berbeda-beda. Marah adalah suatu bentuk emosi yang bersifat fitrah atau bawaan yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak para tokoh maupun para ahli yang berusaha mendefinisikan mengenai hakikat marah. Marah termasuk potensi manusia untuk pembelaan diri ketika wilayah kebenaran religi diusik.[2] Dari definisi tersebut sangat jelas bahwa sifat marah akan muncul manakala seseorang mendapatkan semacam gangguan. Definisi lain menyatakan bahwa marah timbul karena adanya kekangan yang muncul dalam usaha pemenuhan kebutuhan dasar manusia.[3] Definisi kedua ini tidak jauh berbeda dengan definisi sebelumnya hanya saja disini lebih menekankan pada terhalangnya pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai sebab munculnya kemarahan.
Tentang kemarahan ini juga dijelaskan didalam Al quran, bahwa Allah telah mengizinkan Rasulullah dan kaum muslimin untuk mempergunakan kekuatannya demi melawan kaum kafir yang menghalangi penegakan agama Allah. Kekuatan ini bersumber dari dari adanya kemarahan yang berawal dari adanya kekangan dalam menyebarkan agama islam dan menyerukan keimanan kepada Allah, sebagai mana firman-Nya, QS Al Fath 29
Artinya:  Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (QS Al Fath 29)[4]
Dalam pandangan islam marah merupakan refleksi dari sifat syitan yang keji. Ia berusaha untuk menjerumuskan manusia melalui kemarahannya. Karena dalam keadaan marah orang akan sangat mudah untuk melakukan perbuatan-perbuatan keji yang lain. Namun demikian bisa disimpulkan bahwa marah merupakan sifat hati yang harus dikelola, agar setiap kemarahan tidak bersifat destruktif.
2.    Tingkat-tingkat Marah
Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa setiap orang memiliki potensi atau sifat pemarah akan tetapi berbeda-beda tingkatannya. Dalam makalah ini akan dijelaskan tiga tingkatan marah yaitu;[5]
Golongan Tafrith
Yaitu mereka yang tidak memiliki sifat marah. Apa saja yang berlaku disekelilingnya maka dia tidak menunjukkan perasaan marah. Manusia jenis ini sama sekali tidak memiliki sikap pembelaan terhadap kebenaran. Dia tidak terasa tersinggung apabila agamanya diinjak-injak oleh musuh-musuh Islam. Sedangkan Rasulullah SAW. yang terkenal dengan sikap tawaduk tetap marah mempertahankan agama dengan menentang musuh-musuhnya sekiranya perlu. Golongan jenis ini juga apabila terjadi perlanggaran terhadap kehormatan diri maupun ahli keluarganya maka dia akan menghadapinya dengan sikap yang lemah  dan terlalu merendah diri. Jelas di sini sifat tafrith atau langsung kehilangan sifat marah adalah tercela di sisi syara’.
Golongan  Ifrath
Yaitu mereka yang tidak dapat mengawal perasaan marah lalu bersikap berlebih-lebihan sehingga hilang pengawalan akal yang waras terhadap dirinya.
Golongan seperti ini akan berteriak dengan suara yang kuat serta mengeluarkan kata-kata kasar lagi kesat. Ada kalanya sehingga menyebabkan terjadinya pukul-memukul ataupun amukan yang dahsyat sehingga terjadi pertumpahan darah.
Marah yang tidak dapat dikawal juga dapat membentuk perasaan dendam, benci dan dengki sehingga mendorongnya untuk melakukan pembalasan terhadap orang yang dimarahinya. Allah juga memuji mereka yang dapat mengendalikan perasaan marah melalui firman-Nya dalam surah Ali-Imran: 133-134)
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Golongan I’tidal
Yaitu golongan yang bersikap sederhana di antara tafrith dan ifrath. Mereka tidak menghilangkan sikap marah secara total tetapi hanya akan marah dalam situasi yang bersesuaian. Akal juga masih menguasai dirinya dan mereka sentiasa mengikuti batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syara’. Kemarahan yang tergolong dalam kategori terpuji adalah kemarahan yang timbul hanya kerana menurut perintah Allah dan untuk membela agama Islam serta umatnya. Oleh itu hendaklah kemarahan yang ada dalam jiwa seorang muslim itu bertindak untuk menolak gangguan orang lain terhadap kehormatan dirinya, keluarganya serta umat Islam keseluruhannya dan menghukum mereka yang ingkar kepada perintah Allah. Di antara sifat Rasulullah SAW. ialah Baginda tidak menunjukkan kemarahan dan melakukan pembalasan hanya kerana kepentingan peribadinya. Segala kemarahannya adalah kerana mempertahankan hukum-hukum Allah.

3.    Keutamaan Menahan Marah
Tidak semua kemarahan itu adalah jelek akan tetapi ada kemarahan yang memang diharuskan seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Diantara kemarahan yang diperbolehkan yaitu manakala sudah menyangkut terusiknya kebenaran keyakinan kita. Terlepas dari berbagai definisi maupun pendapat yang ada, penulis berpendapat bahwa walaupun kemarahan itu ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak, akan tetapi secara umum sesungguhnya marah itu mempunyai konotasi yang negatif. Oleh karena itu tentu ada keutamaan tersendiri bagi orang yang bisa menahan marahnya terutama marah yang memang tidak dianjurkan dalam agama.
Memang sulit menahan marah, marah termasuk bagian dari sifat kemakhlukan seseorang yang punya bisikan dan hawa nafsu duniawiyah. Banyak orang yang hebat bisa menaklukkan musuhnya, atau mungkin menaklukkan laki-laki dengan kecantikannya atau sebaliknya, menaklukkan orang lain dengan hartanya akan tetapi menaklukkan amarahnya tidak berhasil. Karena seidentik dengan keinginan yang manusiawi, semacam power dari dalam, sehingga menahan amarah adalah sesuatu yang sulit.
Dalam sebuah sabdanya Rasulullah SAW mengatakan “Sesungguhnya barang siapa yang dikaruniai untuknya dari watak lemah lembut (tidak pemarah), maka ia sama dengan telah dikaruniai bagian dari kebajikan dunia dan akhirat. Dan barang siapa diharamkan baginya watak lemah lembut (ahli pemarah), maka iapun diharamkan bagiannya dari kebaikan dunia dan akhirat”. Dalam berbagi tulisan lain juga menyebutkan bahwa marah bisa menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, oleh karenanya dengan menahan marah berarti kita telah menjaga diri dari potensi terkenanya penyakit-penyakit tersebut.
4.    Langkah Terapi Menahan Marah
Marah memang tidak semuanya buruk akan tetapi secara umum bahwa sifat ini adalah sifat yang negatif . Oleh karena itu sifat marah yang destruktif mestinya harus dihilangkan diantaranya yaitu dengan terapi yang diajarkan Rasulullah;  
1.    Mengucapkan Taawudz
الشيطان الرجيم  أعوذبالله من
(Aku berlindung kepada Allah daripada syaitan yang terkutuk). 
Ini adalah kerana perasaan marah itu timbul dari hasutan syaitan.
2.    Diam atau tidak berbicara.
3.    Jika semasa timbul perasaan marah itu seseorang itu sedang berdiri maka hendaklah dia duduk. Jika tidak reda juga maka hendaklah dia berbaring.
4.    Berwudulu kerana air wuduk itu dapat menenangkan jiwa yang sedang marah

Untuk mengobati sifat pemarah seseorang bisa dilakukan dengan dua cara yaitu;
1.    Terapi Ilmu
Ilmu termasuk cara mengenal proses marah merupakan alat terapi yang sangat efektif. Orang yang memiliki pengetahuan tinggi maka cenderung mereka akan lebih memahami bagaimana mereka harus memposisikan diri. Maka dari itu ilmu merupakan hal penting bagi seseorang sehingga ia mampu untuk mengelola emosi kemarahannya. Allah menjelaskan dalam Al quran bahwa orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya termasuk ia tidak akan terndahkan martabatkan karena sifat pemarahnya.
2.     Terapi Amaliah
Terapi marah dengan amaliah tentu harus berkeyakinan bahwa marah sesungguhnya marah bukan perbuatan yang diinginkan. Ia berbuat demikian karena jauh diluar kesadarannya sampai menghilangkan kemakhlukan, sungguh perbuatan itu samadengan mengundang kemarahan Allah. Ini disebabkan ketidaksadaran tersebut disetir oleh syaitan. Dalam keadaan seperti ini Rasulallah menganjurkan untuk minta perlindungan kepada Allah dengan mengucapkan ta’awudz.

B.   MARAH DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI KONTEMPORER
a.    Pengertian Marah
Marah adalah jenis emosi yang dialami oleh seseorang. Marah itu berbeda-beda menurut bentuk ekspresinya pada setiap individu dan juga dari faktor umur. Pada anak-anak, ledakan kemarahan dipergunakan untuk memperoleh tujuan yang diinginkan. Kalau anak tidak diberitahu atau dibantu dalam mengontrol emosinya, mungkin dia akan tetap meneruskan teknik tersebut selama hidupnya, jika tidak diperbaiki sejak awal, nantinya akan sulit diperbaiki.
Chaplin (1998) dalam dictionary of psychology, bahwa marah adalah reaksi emosional akut yang timbul kareana sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancman, agresi lahiriyah, pengekangandiri, serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi dan dicirikan kuat oleh reaksi pada sistem otomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatetik, dan secara emplisit disebabkan oleh reaksi seragam, baik baik yang bersifat somatis atau jasmaniyah maupun yang verbal atau lisan.[6]

Terkadang marah bermanfaat, karena kemarahan dapat digunakan sebagai serangan balik dalam usaha mengatasi rasa takut. Dengan menggunakan kemarahannya seseorang dapat dikejutkan dan dibangkitkan dari kelesuan atau kemalasannya.
Kontrol atas kemarahannya dilakukan dengan cara mengalihkan stimulus sumber kemarahan. Jadi seandainya ingin mengatasi kemarahan, harus dapat mengalihkan perhatian yang diarahkan kepada stimulus yang sangat berbeda dari stimulus yang akan menimbulkan emosi.

b.    Bentuk-bentuk Kemarahan
Ada lima bentuk kemarahan yang lazim kita kenal, bentuk-bentuk kemarahan itu yaitu:
1.    Kesal atau mengkal
Kesal dan mengkal adalah efek dari rasa kekecewaan karena terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan manusia, yang kebetulan pada saat itu perasaan manusia sedang tidak stabil, sehingga dia tidak sanggup menerima kekecewaan itu. Kesal dan mangkel hanya dirasakan oleh orang yang sedang mengalaminya, karena gejolak ini hanya berada dalam hati manusia.
2.    Menumpahkan kata-kata yang tidak baik
Marah dalam bentuk ini sedikit bisa mengurangi mangkel dan kesal, namun sangat berbahaya bagi orang yang mendengar atau orang yang sedang dimarahi.
3.    Diam dan bermuka masam
Diam dan bermuka masam adalah fenomena marah yang berasal dari hati yang kesal dan dongkol terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya. Ini adalah bagian dari pengendalian marah yang tidak berkata-kata buruk dan tidak memukul, tapi cara sepeerti ini juga belum termasuk cara pengendalian marah yang baik, karena diam seribu bahasa dan bermuka masam masih masuk ke dalam kategori marah
Memalingkan pandangan dan tidak bertegur sapa
Sebagian orang membela diri dan mengatakan, bahwa memalingkan pandangan dan tidak bertegur sapa adalah perilaku yang tidak termasuk ke dalam kategori marah. Bagaimanapun alasan ini, sikap dan perilakunya yang memalingkan pandangan dan tidak bertegur sapa adalah fenomena ketidakpuasan terhadap seseorang. Dan ini masih termasuk salah satu cara orang melampiaskan kemarahannya.
4.    Memukul atau menghancurkan
Marah dengan memukul dan menghancurkan adalah tingkat kemarahan yang paling berbahaya, pada level ini orang yang marah kadang tidak sadar dia melakukan pembunuhan atau membakar rumah, bunh diri dan lain-lain. Ini adalah tingkat kemarahan yang sangat fatal.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka seseorang mempunyai banyak cara untuk melampiaskan kemarahannya. Akan tetapi seperti apapun bentuknya pelampiasan marah akan tetap merugikan diri sendiri dan orang lain, maka dari itu kita harus bisa untuk mengendaliaknnya.
c.    Memahami Pemicu Kemarahan
Ada banyak hal yang bisa memicu munculnya marah. Mulai dari merasa tertekan, terhina, terhambat, dibatasi, dicegah, frustrasi, diperlakukan berbeda, sampai adanya penyimpangan norma. Anda mungkin marah jika dihina, dimaki dan disepelekan. Misalnya Anda dimaki tidak becus, pecundang, goblok, dan lainnya. Anda mungkin marah jika keinginan Anda tidak tercapai. Misalnya Anda ingin kenaikan gaji tapi tidak dikabulkan. Anda mungkin marah jika Anda dicegah melakukan sesuatu yang Anda inginkan.  Misalnya, Anda dilarang bepergian. Anda mungkin marah jika orang lain tidak melakukan yang Anda inginkan. Misalnya pasangan Anda tidak membersihkan rumah, selingkuh, dan mabuk. Anda mungkin marah jika sesuatu tidak terjadi seperti yang Anda inginkan. Misalnya Anda berharap kereta segera datang, tapi malah datang terlambat. Anda mungkin marah mengetahui bahwa teman Anda melakukan aborsi, padahal tindakan itu tidak merugikan Anda. Anda marah karena tindakan aborsi dianggap keliru dan menyimpang dari norma.
Marah meskipun bernilai negatif tetapi tetap ada. Mengapa? Karena sebenarnya marah juga berguna. Marah memiliki beberapa hal yang menguntungkan bagi manusia. Pertama, marah meningkatkan energi atau intensitas dalam mencapai tujuan. Keterbangkitan marah membuat seseorang akan lebih bertenaga dan lebih fokus, plus lebih semangat mengejar tujuan. Misalnya Anda marah karena dihina goblok, maka kemarahan Anda membuat Anda lebih bersemangat dan lebih keras belajar. Lalu misalnya nilai moral Anda terancam dengan berdirinya rumah judi dan rumah bordil besar-besaran, maka lalu Anda akan jauh lebih bertenaga dalam menentangnya.
d.   Meredakan Gejolak Kemarahan
Cara untuk mengelola gejolak kemarahan diantaranya dengan metode pernafasan diafragmatis, pengaruh pernafasan dalam menurunkan gejolak kemarahan yaitu;[7]
1.    Ketika otak anda mendengar percakapan diri dan mencium ancaman, bahan kimiawi strees dilepaskan dan tingkat pernafasan anda meningkat. Ini karena otak anda memberi sinyal keparu-paru dan diafragmauntuk mengirim oksigen lebih banyak lagi keotot-otot dan keotak anda sehingga anda bisa bertarung atau mundur.
2.    Meskipun pernafasan itu bersifat tidak sengaja dan dikontrol oleh bagian dari belakang otak anda cobalah tidak bernafas dan apa akibatnya. Pernafasan juga dibawah kontrol yang sengaja, tidak seperti jantung, pembuluh darah dan sistem gastrointestinal anda. Dengan mencoba melambatkan tingkat penafasan dan merangsang pernafasan seperti saat anda tidur nyenyak, anda memberi sinyal keotak anda untuk mengajak sistem fisiologis anda menyelaras diri dengan pola pernafasan anda yang rileks.
3.    Pernafasan semacam ini melibatkan pengenduran otot-otot perut sehingga paru-paru anda bebas untuk mencapai lebar yang sempurna kedalam rongga perut. Dengan demikian nd bisa bernafas dalam-dalam. Anda bernafas seperti seorang penyanyi opera, dalam dan dari diafragma, karena itu disebut pernafasan diafragmatis. Segera anda dapat merasakan peredaran gejolak bertarung atau mundur sehingga intensitas berkembangnya kemarahan menjadi berkurang.
Banyak hal yang mempengaruhi kemarahan seseorang, maka dari itu cara efektif untuk mempermudah dalam meredakan kemarahan, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang menjadi penyebab kemarahan tersebut. Setelah diketahui penyebabnya, akan lebih mudah mencegah dan memperkecil sebab-sebab yang menimbulkan kemarahan.

C.    ANALISIS MASALAH
Dari pemaparan pada bagian sebelumnya maka ada beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi. Baik itu tentang definisi marah, pembagian maupun tentang persepsi penyebab adanya kemarahan tersebut. Penulis melihat bahwa islam mengelompokkan marah sebagai suatu sifat yang memiliki dua sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif kemarahan merupakan suatu sifat yang mutlak harus dimiliki oleh seseorang. Marah yang seperti ini yaitu marah manakala agama dan harga diri seseorang terhinakan. Dalam keadaan seperti ini seorang tidak boleh diam serta pasrah akan tetapi wajib untuk menunjukkan sifat marahnya sebagai suatu pembelaan terhadap hargadirinya maupun martabat agamanya.
Disisi lain islam memandang bahwa marah merupakan pekerjaan syaitan yang menghendaki kehancuran manusia. Marah yang demikian adalah marah yang negatif. Biasanya marah yang dipengaruhi oleh perbuatan syaitan cenderung menimbulkan kemudlaratan oleh karenya marah yang semacam ini marah yang harus dikendalikan. Islam sangat melarang marah yang disebabkan adanya dorongan hawa nafsu. Pernah sutu saat shahabat Ali b in Abi Thalib akan memenggal kepala seorang musuhnya karena ia telah meludahinya, akhinya tidak jadi kemudian ditanyakan kepadanya kenapa tidak jadi membunuh, ia mengatakan bahwa ia tidak akan membunuh karena marah.
Marah dilihat dari sudut pandang psikologi marah sebagai suatu reaksi emosional akibat ada stimulus yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tidak ada perbedaan yang siknifikan antara sudut pandang psikologi dan islam mengenai marah, hanya saja islam melihat lebih luas bahwa ada faktor ghaib yang juga mempengaruhi kemarahan seseorang. Dalam psikologi juga melihat bahwa kemarahan tidak selamanya negatif tapi juga bisa bermanfaat. Seperti kemarahan akibat ejekan yang akhirnya menyebabkan seseorang termotivasi untuk berusaha secara maksimal, merupakan kemarahan yang positif.
 Terapi untuk mengendalikan kemarahan antara islam dan spikologi kontemporer mempunyai cara yang berbeda. Dalam islam cara untuk mengendalikan kemarahan telah termuat dalam Al quran dan Hadits. Cara-cara terapi yang ditawarkan merupakan cara yang bisa diuji secara ilmiah. Sedangkan psikologi kontemporer menawarkan sistem terapi dalam konteks ruang lingkup menormalkan keadaan psikologis seseorang. Mengenai tekniknya bisa dengan sistem pernafasan diafragmatis seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Karena pada dasarnya marah merupakan refleksi adanya gangguan psikologis pada seseorang dalam hal ini marah yang bisa menimbulkan destruktif.
Secara keseluruhan kita sebagai seorang manusia yang mempunyai norma dan adab harus bisa mengelola emosi kemarahan yang mempunyai dua sisi yaitu baik dan buruk. Sehingga mampu menjadikan potensi marah yang negatif menjadi sutu motivasi untuk mengoptimalisasikan kemampuan diri.


BAB III
 PENUTUP

Apakah yang dapat kita simpulkan tentang sifat marah ini? Sekiranya sifat marah itu hilang sama sekali dalam jiwa seseorang maka ia termasuk dalam perbuatan yang tercela dan menunjukkan ciri-ciri seorang insan yang lemah pegangan agamanya, penakut, lemah imannya dan kurang cintanya terhadap agama Allah. Begitu juga sifat marah yang berlebih-lebihan tanpa batasan ia juga mengundang bahaya serta boleh menimbulkan suasana yang kacau-bilau. Oleh itu, sekalipun sifat marah itu perlu ada pada diri seseorang tetapi ia sentiasa diarahkan kepada perkara yang kena pada tempatnya. Dikawal oleh akal yang bijaksana dan batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syarak. Inilah sikap pertengahan yang adil lagi terpuji malah ia merupakan ciri-ciri umat Nabi Muhammad SAW. yaitu umat yang bersikap penuh kesederhanaan dalam semua perkara. Firman Allah: QS Al-Baqarah: 143
Artinya: Dan demikianlah (sebagaimana Kami telah memimpin kamu ke jalan yang lurus), Kami jadikan kamu (wahai umat Muhammad) satu umat yang pilihan lagi adil (pertengahan), supaya kamu layak menjadi orang yang memberi keterangan kepada umat manusia (tentang yang benar dan yang salah) dan Rasulullah (Muhammad) pula akan menjadi orang yang menerangkan kebenaran perbuatan kamu. (Al-Baqarah: 143)
Dari penjelasan tersebut tampak bahwa potensi baik pada diri manusia sangatlah besar sehingga dengan demikian mestinya manusia harus mampu mengelola setiap kekurangan shingga bisa memberi manfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.

  
DAFTAR PUSTAKA

Fatihuddin Abul Yasin, Terapi Rohani Pebngobatan Penyakit Hati, Terbit Terang, surabaya, 2002

Robert Nay, Mengelola Kemarahan, PT SUN, Jakarta, 1996

Musfir bin Said Az zahrani, Konseling Terapi, Gema Insani, Jakarta, 2005

Paul Hauck, Tenangkan Diri, Arcan, Jakarta, 1993

Irawati Istadi, Ayo Marah, Pustaka Inti, Bekasi, 2010

Imam Al Bukhari, Shoheh Bukhari

-----------------,Al quran dan Terjemahnya, Diponegoro, Bandung





[1] HR. Bukhari no 6116
[2] Fatihuddin Abdul Yasin, Terapi Rohani Pengobatan Penyakit Hati, hal 173
[3] Musfir bin Said Az zahrani, Konseling Terapi, hal 188
[4] Al quran dan terjemahannya, Al hikmah, CV Diponegoro, Semarang
[5] http://anishumairacute.blogspot.com/2009/07/marah-dalam-islam.html, Diakses tanggal 14 mei 2012 jam 16.30 WIB
[6] http://budilisnt.wordpress.com, diakses tanggal 15 mei 2012 pukul 13. 30 WIB
[7] Robert Nay, Mengelola Kemarahan, hal 156


3 comments:

  1. Bagaimana jika seseorang sering menyesali apa yang telah terjadi, misal si A menyesal ketika si A telah marah kepada si B atau memarahi si B karena kesalahan si B. Begitupun sebaliknya, si A akan menyesal ketika si A membuat Si B marah karena kesalahan si A. bagaimana penilaian sikap terhadap si A yang sering menyesal menurut pandangan Islam maupun psikologi?

    ReplyDelete
  2. Terimakasih pertanyaannya, pertanyaan yang sangat bagus..

    Didalam Islam, menyesal karena sebuah kesalahan adalah sesuatu yang baik. Kesalahan disini mungkin memang perbuatan tidak terpuji kita atau bisa jadi tindakan kita yang memicu perbuatan tidak terpuji orang lain. Menyesali suatu kesalahan merupakan salah satu konsep atau cara bertaubat. Namun demikian penyesalan tersebut mesti harus diikuti dengan langkah2 perbaikan, kalau ia bersalah kepada manusia maka ia harus minta maaf, kalau ia bersalah kepada Allah ia harus bertaubat, kalau ada kerugian materi maka harus mengganti, selanjutnya gantilah kesalahan tersebut dengan perbuatan yang positif pada yang bersangkutan. Selama hal tersebut belum dilakukan maka sangat mungkin perasaan bersalah dan penyesalan akan terus menghantui, dalam istilah populernya harus "move on". Memang tidak mudah untuk meminta maaf maupun memaaafkan suatu kesalahan. Hal ini dikarenakan karena kita hanya melihat sisi negatif seseorang, cobalah untuk melupakan sisi negatifnya dan mengingat hal-hal positifnya sehingga kita akan lebih mudah untuk meminta maaf maupun memaafkan. Carilah seribu alasan untuk melihat hal positif pada diri seseorang, mungkin dia melakukan perbuatan tersebut karena kekhilafannya atau ketidak sengajaanya, dalam istilah psikologi disebut "positiv thinking". Kalau hal masih terlalu berat maka mintalah pihak ketiga untuk menjadi mediator. Sehingga sedikit demi sedikit penyesalan itu akan berkurang.
    Secara psikologis penyesalan yang terus bergejolak didalam jiwa akan menimbulkan gangguan psikologis seperti stress, perasaan bersalah, suka melamun, emosi tak stabil, sedih, kehilangan motivasi, tidak semangat hidup dll. Bahkan, gangguan psikologis ini bisa memicu terganggunya kesehatan fisik seperti tekanan daran yang tinggi, kepala pusing, kekebalan tubuh menurun dll. Oleh karena itu menyesallah karena suatu kesalahan, akan tetapi jangan biarkan ia terus berada dalam hati kita. Demikian semoga membantu

    ReplyDelete
  3. Bagaimana bila ada seorang atasan yg mempunyai 3 staff ,,
    bila staff A dan B yang melakukan kesalahan , yang kena marah malah staff C , singkat kata Atasan tsb sering melampiaskan kekesalannya kpd staff C . Apa penyebab Atasan tsb melakukan hal itu dalm pandangan islam maupun psikologi , Mohon Pencerahannya ,, Jazakallh Khairan Katsiran

    ReplyDelete