Untuk Respon Lebih Cepat Mengenai Pertanyaan Yang Berhubungan Dengan Artikel Di Maktabah Udiatama Silahkan Kirim Pesan Ke udy_hariyanto@yahoo.com

MANTUQ DAN MAFHUM


Menurut Jumhur Unsul Fiqh, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Dilihat dari segi penunjukkan (dilalah) terhadap hukum terbagi kepada Mantuq dan Mafhum.


AL-MANTUQ


1.Definisi Al-Mantuq

Al-Mantuq secara bahasa adalah sesuatu yang di tunjukkan oleh lafazh pada saat di ucapkannya. Yakni bahwa penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang di ucapkan.Secara istilah Dilalah Mantuq adalah penunjukan lafal terhadap langsung lafal yang tertulis, maka cara seperti ini disebut pemahaman secara Mantuq. Misalnya, hukum yag di pahami langsung dari teks Firman Allah pada surat Al-Isra ayat 23 :

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

Dengan menggunakan pemahaman secara Mantuq ayat ini menujukan haramnya mengucapkan “ah” dan membentak kedua orang tua. Larangan atau haramnya hal tersebut langsung tertulis dan di tunjukan dalam ayat ini.

2.Pembagian Al-Mantuq.

Imam maliki membagi mantuq kepada dua macam yaitu mantuq sharih dan mantuq ghoiru sharih Sedangkan imam syafi’I tidak.

a. Mantuq Sharih.

Mantuq sharih secara bahasa berarti sesuatu yang di ucapkan secara tegas. Sedangkan menurut istilah Mantuq Sharih adalah makna yang secara tegas yang di tunjukkan suatu lafal sesuai dengan penciptaannya, baik secara atau berupa bagiannya. Contoh penggunaan Dilalah Mantuq Sharih pada firman Allah surat Al-Baqarah,275

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Dari ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa Alloh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

b.Mantuq Ghairu Sharih.

Mantuq Ghairu Sharih adalah pengertian yang di tarik bukan dari makna asli dari suatu lafal, sebagai suatu konsekwensi dari suatu ucapan.

Dari definisi ini jelas bahwa apabila penunjukan suatu hukum di dasarkan pada konsenkuwensi dari suatu ucapan (lafal), bukan di tunjukan secara tegas oleh suatu lafal sejak penciptaannya, baik secara penuh atau berupa bagiannya.

Misalnya Firman Allah : (QS Al- Baqarah : 233)

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.”

Dari ayat ini di pahami bahwa nasab seorang anak di hubungkan kepada bapak bukan kepada ibu karena tanggung jawab nafkah anak berada di tangan bapak. kesimpulan seperti ini di ambil dengan cara Mantuq Ghairu Sharih.


AL-MAFHUM


1. Definisi Al-Mafhum


Mafhum adalah penunjukan lafal yang tidak diucapkan, atau dengan kata lain penunjukan lafal terhadap suatu hukum yang tidak di sebutkan atau menetapkan pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang di ucapkan (bagi sesuatu yang tidak di ucapkan)

Penerapan definisi ini dapat dilihat dari firman Allah Surat Al-Isra’ :23

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”


Secara Mantuq, hukum yang dapat di tarik dari ayat ini adalah haramnya mengucap kata ‘ah” dan menghardik orang tua. Dari ayat ini dapat juga di gunakan mafhum, dimana melaluinya dapat diketahui haram hukumnya menghardik orang tua dan segala bentuk perbuatan yang menyakiti keduanya.


2. Pembagian Mafhum

Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:

1.Mafhum Muwafaqah

yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:

a) Fahwal Khitab

yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah SWT .

“jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

Maka dapat dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.

b) Lahnal Khitab

yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman Allah SWT:(Q.S An-Nisa ayat 10)

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”

Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram)

3.Mafhum Mukhalafah

yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan.

Macam-macam mafhum mukhalafah

1. Mafhum Shifat

yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti firman Allah SWT. (Q.S. Al-Hujurat 6)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

pengertian yang dipahami dari ungkapan kata “fasik” ialah bahwa orang yang tidak fasik beritanya tidak wajib diteliti.

2. Mafhum ’illat

yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan. (Q.S. Al Maidah 90)

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semua jenis minuman yang beralkohol dan memabukkan adalah haram.

3. Mafhum ’adat

yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT: (Q.S. An-Nur ayat 4)

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”

4. Mafhum ghayah

yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hakta”. Seperti firman Allah SWT. (Q.S Al-Maidah ayat 6)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”


SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH

syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, se­bagai berikut:

Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:

1.Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq: (Q. S Isra’ ayat 31).

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan di­bunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah: (Q.S Isra’ ayat 33)”

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”

Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah: (Q.S Isra’ ayat 23).

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah

Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berla­wanan dengan mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli.

2. Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.

Contoh: (Q.S An-Nisa’ ayat 23).

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dan perkataan “yang ada dalam pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam peme­liharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, se­bab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.

3. Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.

Contoh dalam hadits yang artinya:

“Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-­orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)”.

Dengan perkataan “orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang Islam sendiri.

4. Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.

Contoh: (Q.S Al-Baqarah ayat 187).

“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri



DAFTAR PUSTAKA

1.Ilmu ushulul fiqh, Prof. Dr. Abdul Wahab Khalaf

2.Metodologi mengkaji dan memahami hukum Islam secara komprehensif, pengantar Prof. DR. Amin Syrifuddin Guru besar hukum IAIN Imam. Bonjol, Padang.

3.www.google.com

No comments:

Post a Comment