Untuk Respon Lebih Cepat Mengenai Pertanyaan Yang Berhubungan Dengan Artikel Di Maktabah Udiatama Silahkan Kirim Pesan Ke udy_hariyanto@yahoo.com

BIMBINGAN KONSELING DALAM BIROKRASI

BAB I
PENDAHULUAN

Kita menyadari sepenuhnya bahwa pentingnya bimbingan konseling bukanlah sesuatu hal baru, melainkan ia tumbuh dan berkembang sejalan dengan lahirnya segala sesuatu dimana sumber daya harus diorganisir, seperti halnya dalam struktur organisasi formal dalam pendidikan merupakan bagian hidup dan kehidupan kerja dalam hubungan organisasi pendidikan ,pimpinan, pendidik dan anak didik.
Sejalan dengan pikiran diatas, maka sudah seharusnya tumbuh dan berkembang bimbingan konseling sejalan dengan kebutuhan untuk berusaha meningkatkan sikap dan perilaku seseorang agar yang bersangkutan selalu siap untuk membangun kebiasaan yang produktif.
Kebiasaan yang produktif dapat tumbuh dan berkembang pada setiap orang, yang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, apa yang disebut 1) faktor keturunan dan 2) faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut menjadi latar belakang pemikiran untuk mendorong agar mendayagunakan bimbingan konseling menjadi produktif dalam pelaksanaannya dimana semua peran yang terlibat didalamnya harus mampu dalam mengaktualisasikan makna baik, “bimbingan“ maupun , “konseling“.
Jadi pemikiran latar belakang untuk menumbuh kembangkan bimbingan konseling sebagai suatu kebutuhan bukanlah sesuatu yang baru, melainkan telah ada sejalan dengan tuntutan perubahan dimana sumber daya manusia memainkan peranan penting dalam pembangunan, oleh karena itu dalam abad 21 dari masyarakat informasi menjadi masyarakat pengetahuan, sehingga tidak heran dalam abad ini sering diungkapkan apa yang disebut dengan modal intelektual menentukan keunggulan suatu bangsa.
Dengan demikian, kita sekarang dapat mengatakan, apa yang akan terjadi bila apa yang disebut bimbingan konseling“ tidak berjalan sebagaimana mestinya yang dapat mendorong terwujudnya kebiasaan yang produktif“ yang bertumpu atas kemajuan manusia dalam menguasai ilmu dari informasi, pengetahuan dari keterampilan  dan keinginan dari niat yang selama ini tidak mungkin menjadi mungkin untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku melalui seorang konselor.
Sejalan dengan pemikiran diatas, setiap pimpinan dalam suatu birokrasi dapat melaksanakan fungsi koseling“ yang dalam ini tidak perlu menjadi ahli, sehingga setiap pimpinan memiliki keterapilan bagaimana harus melakukannya, jadi bukanlah menjadi monopoli seorang psikolog, sudah tentu tidak semua dapat menjalankan fungsi konseling sesuai dengan harapan bagi orang yang sedang dibimbing.
Oleh karena itu, apa yang dijalankannya, ia harus mengetahui benar-benar apa yang mereka lakukan sebagai seorang yang berperan sebagai konselor, sehingga dalam masyarakat informasi telah menjadi anggapan bahwa manusia merupakan aktiva penting dalam komunitas pendidikan untuk pemanfaatan yang efektif dan secara relatif terasa puas, akan memberikan perbedaan antara berhasil dan gagal, dengan demikian pengabdian sumber daya manusia merupakan masalah sosial.
Jadi pemimpin dan juga pendidik dalam organisasi atau komunitas pendidikan yang dalam hal ini bertanggung jawab harus tertarik akan pentingnya mendayagunakan bimbingan konseling baik untuk alasan kemanusiaan maupun yang bersifat praktis. Dengan alasan kemanusiaanlah yang mengenal pola yang berubah dari kehidupan kerja yang mengakibatkan adanya kesulitan da tekanan realistis bagi banyak orang.
Hal tersebut sungguh realistis dan pragmatis bahwa mendayagunakan bimbingan konseling merupakan alat yang paling hemat dalam meningkatkan pelaksanaan pekerjaan dengan melihat bahwa kualitas kerja dapat sedemikian terpengaruh oleh faktor manusia dalam melaksanakan perubahan sikap, yang sejalan dengan tuntutan perubahan untuk menumbuh kembangkan kebiasaan yang produktif dari pola pikiran yang bersifat reaktif menjadi pola antisipatif.
            Oleh sebab hal-hal diatas sangat perli untuk dikaji seberapa jauh peran bimbingan konseling dalam suatu birokrasi, khusunya pada lembaga pemerintah. Karena jika dalam suatu birokrasi peran bimbingan dan konseling maksimal pasti akan menghasilkan output kerja yang bagus. Sebagai akibat dari semua itu pelayanan terhadap masyarakatpun akan menjadi maksimal.

 
BAB II
PERAN BIMBINGAN KONSELING DALAM BIROKRASI

A.  BIMBINGAN KONSELING
1.    Pengertian Bimbingan Konseling
Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan dan konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan. Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sementara menurut Rogers konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantunya mengubah sikap dan tingkah laku.[1] Bimbingan adalah Proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga men-capai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial.
2.    Jenis-jenis Bimbingan Konseling
Diantara macam-macam pelayanan Bimbingan dan Konseling yaitu;[2]
a.    Layanan Orientasi
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu.
b.    Layanan Informasi
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan dan jabatan) yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien).
c.    Layanan Penempatan dan penyaluran
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ektrakulikuler) sesuai dengan potensi, bakat, minat erta kondisi pribadinya.
d.   Layanan pembelajaran
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai meteri pelajaran yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.[3]
e.    Layanan Konseling Individual
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya.
f.     Layanan Bimbingan Kelompok
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (teruama dari guru pembimbing) dan/atau membahas secara bersama-ama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjanguntuk  pemahaman dan kehidupannya mereka sehari-hari dan/atau untuk pengembangan kemampuan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
g.    Layanan Konseling Kelompok
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah maalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
3.    Fungsi Bimbingan Konseling
1.    Fungsi Pencegahan (Preventif)
Fungsi pencegahan dalam pelaksanaannya bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting. Dalam dunia kesehatan mental “pencegahan” didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana, lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian itu benar-benar terjadi (Horner & McElhaney, 1993).[4]  Layanan bimbingan bisa berfungsi pencegahan, yang artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah.[5] Bentuk kegiatannya bisa berupa orientasi, bimbingan karir, inventarisasi data. Peningkatan kemampuan khusus individu diperlukan untuk memperkuat perkembangan dan kehidupannya. Ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan belajar dengan berbagai aspeknya, ketrampilan berkomunikasi dan hubungan sosial, pengaturan pemasukan-pengeluaran uang merupakan beberapa contoh kemampuan yang perlu ditingkatkan pada individu.
2.    Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa. Pemahaman ini mencakup:[6]
a.    Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru dan guru pembimbing.
b.    Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru, dan guru pembimbing.
c.    Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, jabatan, pekerjaan, dan atau karir, dan informasi budaya/nilai-nilai), terutama oleh sekolah.
Fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu klien dengan berbagai permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal tersebut, pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri, dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien.[7]
3.    Fungsi Pengentasan
Istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif atau fungsi terapeutik dengan arti pengobatan atau penyembuhan. Tidak dipakainya istilah tersebut karena istilah itu berorientasi bahwa peserta didik adalah orang yang “sakit” serta untuk mengganti istilah “fungsi perbaikan” yang berkonotasi bahwa peserta didik yang dibimbing adalah orang “tidak baik atau rusak”. Melalui fungsi pelayanan ini akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perorangan ataupun konseling kelompok.[8]
Jadi, dalam pelaksanaan fungsi pengentasan bimbingan dan konseling menganggap bahwa orang yang mengalami masalah itu berada dalam keadaan yang tidak mengenakkan, sehingga harus diangkat dan dientaskan dari keadaan tersebut.[9]
4.    Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan akan menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah mantap dan berkelanjutan.[10] Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan. Dengan demikian, dapat diharapkan peserta didik dapat mencapai perkembangan kepribadiannya secara optimal.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program.[11] Dalam fungsi ini, sesuatu yang dipelihara bukanlah sekedar mempertahankan agar tetap utuh, tetapi diusahakan agar bertambah baik, lebih menyenangkan, dan memiliki nilai tambah daripada yang terdahulu.
5.    Fungsi Penyaluran
Dalam fungsi penyaluran, siswa dibimbing agar mendapatkan kesempatan penyaluran kepribadian, bakar, minat, hobi yang dimiliki, sehingga dapat dikembangkan. Dalam fungsi ini, layanan yang dapat dibentuk misalnya menyusun program belajar, pengembangan bakat dan minat, serta perencanaan kariernya.
6.    Fungsi Penyesuaian
Dalam fungsi ini, layanan bimbingan adalah terciptanya penyesuaian antara siswa dan lingkungannya. Dengan demikian, timbul kesesuaian antara pribadi siswa dan sekolah. Kegiatan dalam layanan fungsi ini dapat berupa orientasi sekolah dan kegiatan-kegiatan kelompok.

B.  BIROKRASI
1.    Pengertian Birokrasi
Di dalam kesehariannya, birokrasi diartikan oleh masyarakat awam sebagai organisasi yang tidak efisien, kaku, tidak kreatif, satu komando, terlalu banyak “pintu”, red tape, menutup diri terhadap perbedaan pendapat (Constrain of dissent) dan hal-hal negatif lainnya. Siapa yang tidak pernah mengungkapkan atau mendengar kalimat “Dasar birokrat bodoh!” seperti ini, saat informasi yang kita butuhkan tidak kunjung kita peroleh setelah “diping-pong” oleh para petugas birokrasi ataupun saat kita sedang menghadapi petugas birokrasi yang kaku yang hanya mau tunduk kepada aturan dan atasan.[12]
Blau dan Meyer (1987) menyebutkan bahwa birokrasi adalah jenis organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas administratif dalam skala besar serta mengoordinasikan pekerjaan orang banyak secara sistematik. Konsep ini dapat diterapkan dalam prinsip-prinsip organisasi yang tujuannya adalah meningkatkan efisiensi administrasi, walaupun kadang-kadang malah berakibat sebaliknya. Birokrasi juga merupakan suatu lembaga yang sangat berkuasa, yang memunyai kemampuan sangat besar untuk berbuat kebaikan atau keburukan, karena birokrasi adalah sarana administrasi rasional yang netral dalam skala besar. Birokrasi dapat menunjang ekspansi yang bersifat imperialistic serta eksploitasi ekonomi terhadap negara-negara lemah dan masyarakat miskin. Akan tetapi, mekanisme-mekanisme administrasi berskala besar juga dibutuhkan dalam masyarakat-masyarakat modern masa kini yang kompleks, baik itu untuk mendistribusikan pendapatan secara tepat atau meningkatkan pengaruh warga negara terhadap pemerintahnya.
Pada mulanya, istilah birokrasi ini dipopulerkan oleh seorang sosiolog Jerman yang bernama Max Weber pada tahun 1890-an. Tetapi, walaupun konsep birokrasi dipopulerkan oleh Weber, jauh hari sebelum Weber memopulerkannya, organisasi gereja, militer, pemerintahan telah menerapkan struktur sebagaimana yang dijelaskan oleh Weber. Usaha Weber untuk memopulerkan istilah birokrasi dilatarbelakangi oleh merajalelanya era patrimoni, di mana tidak ada hubungan yang impersonal dalam organisasi, semua keputusan organisasi diputuskan oleh patron sebagai pemilik organisasi serta belum adanya sistem pengawasan yang dapat diandalkan.
Agar pelaksanaan peraturan yang ada di dalam birokrasi berjalan dengan lancar, maka perlu disusun hirarki kewenangan birokratik yang bentuknya seperti piramid terbalik. Semakin ke atas, semakin besar kewenangan yang dimiliki. Konsekuensinya adalah terjadinya konsentrasi kewenangan secara relatif pada sedikit orang.


2.    Karakteristik Birokrasi
Karakteristik atau ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi menurut Max Weber adalah sebagai berikut:[13]
1.    Otoritas legal. Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi didistribusikan melalui aturan-aturan yang telah ditentukan dan disahkan. Pembagian tugas secara tegas melalui aturan-aturan yang resmi, memungkinkan untuk memperkerjakan pegawai-pegawai dengan keahlian tertentu pada jabatan-jabatan tertentu, sehingga membuat mereka bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas masing-masing secara efektif.
2.    Hierarki. Sistem pengorganisasian mengikuti prinsip hierarkis, yaitu bahwa unit yang lebih rendah berada di bawah pengawasan unit yang lebih tinggi. Setiap pejabat yang berada dalam hierarki administrasi ini dipercaya oleh atasan-atasannya untuk bertanggung jawab terhadap semua keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh anak buahnya ataupun dirinya sendiri. Untuk dapat mempertanggungjawabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan bawahannya, ia diberikan wewenang untuk mengatur mereka. Wewenang ini secara tegas dibatasi penggunaannya hanya untuk mengeluarkan perintah-perintah yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas kedinasan.
3.    Abstract Code. Di dalam suatu organisasi atau lembaga selalu terdapat aturan-aturan yang tidak tertulis tetapi harus dipatuhi. Hal seperti ini terjadi biasanya melalui suatu kesepakatan bersama antar anggota organisasi atau lembaga. Contohnya saja pemakaian kemeja yang dimasukkan ke dalam celana kain bagi dosen, saat mengajar mahasiswanya atau menghadiri rapat antar dosen. Meskipun hal itu bukan merupakan aturan tertulis, tetapi hal itu sudah menjadi suatu etika yang harus dipatuhi oleh kalangan dosen.
4.    Impersonal. Seorang pejabat yang ideal harus melaksanakan tugasnya dengan semangat “Sine ira et studio” (formal dan tidak bersifat pribadi). Hal ini dimaksudkan agar pedoman-pedoman yang rasional bisa memengaruhi jalannnya pelaksanaan tugas tanpa dicampuri oleh hal-hal yang bersifat pendirian pribadi. Jika seorang pejabat membiarkan dalam dirinya berkembang perasaan-perasaan tertentu terhadap para bawahan atau kliennya, maka ia akan kesulitan dalam membuat keputusan-keputusan kedinasan yang bersifat objektif. Menjauhkan hubungan-hubungan yang bersifat pribadi, mendorong untuk memperlakukan semua orang secara adil.
5.    Competency, career, and promotion. Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan secara sepihak. Pekerjaan dalam organisasi birokratis mencakup suatu jenjang karier dan sistem kenaikan pangkat yang didasarkan atas senioritas atau prestasi, atau bahkan gabungan keduanya.
6.    Discipline. Dalam bekerja di suatu organisasi birokratis harus benar-benar menerapkan sikap disiplin, baik disiplin waktu, disiplin pakaian, dan disiplin porsi kerja. Khusus untuk disiplin porsi kerja ini, artinya adalah kita tidak bisa mencampuri pekerjaan orang lain yang berada di luar wewenang kita. Disiplin haruslah ditegakkan oleh seorang pejabat agar pekerjaan atau tugas dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.

C.  PERAN BK DALAM BIROKRASI
Dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa birokrasi merupakan sebuah sistem. Birokrasi terbentuk secara hirarki, itu artinya bahwa birokrasi merupakan sistem yang terorganisasi. Dalam konteks secara umum birokrasi erat sekali hubungannya dengan sitem pelayanan pemerintah. kalau kita kaitkan dengan apa yang ada diindonesia, birokrasi di indonesia belum berjalan dengan baik terutama dari sisi sumberdaya manusianya. Oleh karenanya disinilah bimbingan konseling mempunyai peranan besar untuk menanamkan motivasi dan nilai-nilai kebaikan kepada birokrat.
Disisi lain sistem birokrasi yang rumit rentan menyebabkan kejenuhan, stress dan masalah psikologi lainnya. Oleh karenanya bimbingan konseling mutlak dibutuhkan dalam birokrasi dan mempunyai peranan yang sangat penting, terlebih seperti saat sekarang ini dimana fungsi birokrasi belum maksimal dan masih banyak kecacatan dimana-mana. Walaupun demikian sistem birokrasinya juga berperan terhadap buruknya pelayanan dalam birokrasi, maka perlu banyak perbaiakn.
Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal harus dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal yang mampu mendongkrak kinerja birokrasi kearah yang lebih baik.
Konseling dalam birokrasi bisa dilakukan secara individu maupun kelompok sesuai dengan kebutuhan dilapangan. Akan tetapi bimbingan konseling secara kelompok saya rasa lebih efektif selama tidak ada mesalah-masalah yang menyangkut individu secara personal. Pada dasarnya bimbingan konseling ini mempunyai tujuan;
1.    Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku
2.    Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko.
3.    Memiliki kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam mengekspresikan emosi atau dalam memenuhi kebutuhan diri.
4.    Mampu memecahkan masalah secara wajar dan objektif.
5.    Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalamberinteraksi dengan orang lain.
6.    Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau perempuan sebagai dasar dalam kehidupan social
7.    Mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif
8.    Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan kehidupan yang semakin kompetitif.
9.    Mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai, dan kompetensi yang mendukung pilihan karir.
10.     Meyakini nilai-nilai yg terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yg bermartabat.



BAB III
 KESIMPULAN

Bimbingan konseling merupakan suatu usaha untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan masalahnya. Bukan hanya itu, akan tetapi bimbingan konseling juga dimaksudkan untuk untuk mengembangkan potensi seseorang. Hal ini juga yang bisa kilakukan dalam sebuah birokrasi. Setidaknya ada beberapa peran penting bimbingan konseling dalam birokrasi yaitu; untuk menumbuhkan kesadaran akan kejujuran, kedisiplinan, keiklhasan dan motivasi untuk selalu melakukan yang terbaik bagi setiap birokrat. Disamping itu bimbingan konseling dalam birokrasi memiliki peran penting untuk meningkatkan potensi sehingga dalam mekukan pelayanan terhadap masyarakat akan muncul kreativitas-kreativitas atau modelmodel pelayanan yang memberikan kenyamanan terhadap masyarakat.
            Disamping itu, orang-orang dalam birokrasi rentan akan perasaan jenuh, capek, dan membosankan, stress dan masalah psikologi lainnya. Disinilah bimbingan konseling memegang perana penting, bimbingan konseling diarahkan untuk meminimalisir masalah psikologi yang mungkin dialami oleh pelaku birokrasi. Sehingga secara umum bimbingan konseling sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah birokrasi yang baik.
                 
 DAFTAR PUSTAKA

Sukardi, Dewa Ketut, Proses Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995.
_______________, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Hallen A., Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Priyatno, Ermananti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999.
Blau, Peter M. dan Meyer, Marshall W., Birokrasi dlam Masyarakat Modern, Jakarta; UI Press, 1987.
Amin, Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta; Amzah, 2010.


[1] Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta; Amzah, 2010. Hlm. 12
[2] Dikutip dari http://www.a741k.web44.net/bimbingan%20dan%20konseling.htm pada tanggal 10 desember 2012 jam 16.00 WIB.
[3] Elfi Mua’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islami di Sekolah Dasar, Jakarta; PT Bumi Aksara, 2009. Hlm. 69
[4] Prof. Dr. Priyatno, Drs. Ermananti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999, hlm. 203.
[5] Drs. Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995, hlm. 8.
[6] Drs. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hlm. 26-27.
[7] Prof. Dr. Priyatno, Drs. Ermananti, op.cit., hlm. 197.
[8] Dra. Hallen A., M.Pd., Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hlm. 61.
[9] Prof. Dr. Priyatno, Drs. Ermananti, op.cit., hlm. 209.
[10] Drs. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan… op.cit., hlm. 26.
[11] Prof. Dr. Priyatno, Drs. Ermananti, op.cit., hlm. 215.
[12] Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dlam Masyarakat Modern, Jakarta; UI Press, 1987. Hlm. 25.

[13] Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer, Birokrasi dlam Masyarakat Modern, Jakarta; UI Press, 1987. Hlm. 27.

No comments:

Post a Comment