Oleh:
Udy Hariyanto
Allahuakbar...Allahuakbar… Adzan subuh terdengar dari menara mesjid itu
seakan membuka keheningan malam disaat orang-orang masih terlelap. Seperti
biasa ia telah bersiap dengan sajadah ditangannya. Dinginnya angin malam tidak
pernah menghalanginya untuk melangkahkan kaki memenuhi
panggilanNya. Ya..! Lis, begitulah orang-orang memanggil gadis
cantik yang sangat sederhana itu. Bangun disepertiga malam sudah menjadi
rutinitasnya, hanya untuk sekedar bertafakkur kepada sang pencipta. Keteladanan
dan kerajinannya menjadikan ia disegani oleh hampir semua teman-teman
dipesantrennya.
Sore
itu Faiz melihatnya berjalan kaki sepulang dari kuliah, maklum kampusnya hanya
berjarak sekitar 500 meter dari pesantren jadi cukup jalan kaki. SubhanAllah..,
Faiz tampak terkejut, Lis yang belum lama ia lihat masih di jalan sekarang
sudah duduk didepan anak-anak untuk mengajar iqra. “Luar
biasa” gumam Faiz. Meskipun jadwal kulian Lis sangat padat
tapi ia tetap menyempatkan diri untuk mengajar anak-anak TPQ.
Faiz
merupakan santri senior dan ia didaulat oleh Pak Kyai sebagai Lurah Pondok
dipesantrennya sehingga pekerjaannya setiap hari mengurus pengajian pesantren.
Dalam melaksanakan tugasnya ini Faiz dibantu Lilis dan beberapa teman lainnya.
Lis memang santriwati yang rajin tapi Faiz lebih dari itu, bahkan hampir semua
santri mengenal Faiz sebagai santri teladan, maklum dia adalah santri
kesayangan Pak Kyai. Faiz tidak pernah menyadari kalau kebersamaannya
dengan Lis selama ini telah menumbuhkan benih cinta pada diri Lis. Tapi,
begitulah Lis salah satu gadis sholehah diabad modern, seberapapun cinta yang
ia rasakan ia tidak pernah mengatakannya kepada orang lain, cukup ia sendiri
yang tahu. Kepada Allahlah Lis mengadukan segala kegalauan hatinya.
Malam
itu badan Lis tidak begitu bersahabat, sangat berat untuk mengambil air wudhu,
namun akhirnya Allah memberi kemudahan, shalat sunnahpun ia
jalankan. Diakhir tafakkurnya ia berdoa “Ya Allah seandainya engkau takdirkan
ia menjadi imamku dan anak-anakku kelak, maka eratkanlah kami dalam ikatan suci
yang engkau ridhoi, tetapi jika memang ia bukan jodohku berikanlah yang terbaik
untuk diriku”. Beberapa hari kemudian Faiz diterima kuliah di
Universitas Khartoum Sudan, Lismerasa bahwa ini merupakan
jawaban dari doanya. Atas restu Pak Kyai akhirnya Faizpun hijrah ke Sudan. Lis
pun tak kuasa mengucapkan salam perpisahan, ia hanya mengirim sms tanpa nama
dengan nomernya yang baru berucapkan “ Kenapa engkau pergi ”.
Setahun sudah Faiz kuliah di Sudan, ia tidak pernah
memberi kabar, Lispun berusaha untuk melupakannya. Maha suci Allah yang
menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, putus harapan dari
Faiz, Lispun semakin rajin beristikharah. Tiga bulan kemudian datanglah seorang
guru SD yang bermaksud meminangnya, tidak berfikir panjang Lis memutuskan untuk
menerimanya, iapun mengubur mimpinya untuk mempunyai suami sesholeh Faiz.
Liburan
panjang telah tiba, seperti biasa Faiz dapat jatah libur iapun pulang kepondok,
memang Pak Kyai meminta ia pulang ke pondok jika pulang ke Indonesia, bahkan
tidak segan-segan Pak Kyai meneleponnya untuk sekedar menanyakan keadaannya. Sampailah Faiz di pondok, ia langsung menuju bekas
kamarnya yang dulu, ia tampak kaget ketika melihat selembar undangan
bertuliskan “ Menikah, Lilis & Marno”. Serentak hati Faizpun gemetar
seperti kehilangan sesuatu. Sejujurnya Faizpun mencintai Lilis tapi ia selalu
ingat akan nasihat Gurunya untuk tidak memikirkan wanita dulu, oleh karenanya
ia lebih memilih konsentrasi dengan belajarnya.
Waktupun tiba, saatnya akad nikah Lis dengan sang guru SD
dilaksanakan. Semua keluarga besar Pesantren diundang termasuk Pak Kyai,
kebetulan Pak Kyai tidak bisa hadir karena ada jadwal ceramah diluar kota. Pak
Kyaipun meminta Faiz untuk mewakilinya datang ke pernikahan Lis. Datanglah Faiz
bersama rombongan pesantren, setibanya ditempat akad nikah semua hadirin kaget
ketika tiba-tiba Lis lari menuju kamarnya. Akhirnya, setelah dibujuk Lispun
menemui Faiz dengan mata berkaca-kaca. Faiz menyampaikan salam dari Pak Kyai
setelah sebelumnya mengucapkan selamat kepada Lis. Air mata Lispun semakin
bercucuran ketika didepannya, Faiz mengucapkan, “Barakallahulakuma wabaraka
‘alaikuma wajama’a bainakuma fi khoir” semoga bahagia…
adih, ceritanya kurang panjang kak dan menyedihkan :(
ReplyDeletetunggu aja kelanjutannya...
ReplyDeleteharrr....kebayang,,,meringgiss bgt :D
ReplyDelete